written by inupiei
“Tau kenapa kalian bertiga dipanggil?” Tunjuk Bu Mayang satu-persatu pada tiga sekawan yang saat ini berdiri menghadap 5 guru; Bu Mayang selaku ketua Tim Disiplin dengan 1 anggotanya, Pak Sapta, Pak Arif sebagai guru BK, Buk Uti sebagai kepala Sekolah dan Pak Ujang sebagai pembina MPK/OSIS.
Baji, Kazu dan Chifuyu menatap lurus kedepan. Tidak satupun dari mereka yang mencoba tertunduk saat pertanyaan tersebut dilayangkan. Mereka diam, menunggu penjelasan lebih dari Tim Disiplin.
Chifuyu sedikit oleng akibat kondisinya sekarang, Pak Sapta menyadari itu.
“Kapten, silahkan duduk.” Ujar Pria berkepala empat itu menunjuk kursi yang tak jauh darinya.
Chifuyu mengangguk, “Boleh ambil tiga, Pak?”
Pak Sapta mengernyit, “Mau goleran?” Ujarnya dibalas Bu Mayang dengan kekehan kecil.
“Buat teman saya.”
“Mereka gak pincang.” Tambah Bu Mayang. “Cepat ambil dan kembali kesini.” Ujar wanita berperawakan hard to please yang dikenal semua murid. Ia begitu ketat akan tiap peraturan. Chifuyu menyebutnya, iblis.
Chifuyu mengurungkan niatnya, ia memutar bola mata dan kembali berdiri di tengah, bersama Baji dan Kazu.
“Saya gini aja, Bu, Pak.” Ujar Chifuyu berdiri menopang tubuhnya tegap dengan tongkat kruk single di ketiaknya.
“Lu ngapain anjir?” Bisik Baji.
“Gue mau berdiri.”
Kazutora menyela, “Ambil bego. Ntar jatuh kita yang repot.”
“Gapapa kan gue beban.”
Baji memutar bola mata, pria itu segera mengambil kursi dan memaksa Chifuyu untuk duduk. Kazutora menarik paksa tongkat kruk milik pria itu.
Bu Mayang berdehem, “Keisuke Baji. Prestasimu luar biasa di club taekwondo sekolah. Bergabung sejak tahun pertama, total medali yang kamu bawa 126; baik itu emas dan perak. Tidak ada perunggu, hebat. Kamu sukses menaikkan nama sekolah.”
Guru Tim Disiplin itu sibuk membolak-balikkan lembaran dokumen yang ada di mejanya. Ia mulai memutar layar laptop berhadapan dengan tiga sekawan. Menampakkan rekaman ulang kejadian final sepakbola turnamen 3.3 di sana. “Kamu mengeroyoki wasit sampai.. wah parah banget keadaan wasitnya sekarang.”
Baji berdiri tegap mendapatkan rekaman yang memperlihatkan fakta kepadanya. Ia mengangguk, bersiap untuk sanksi yang akan diterimanya.
“Keputusan kami disini. Kamu diskors satu bulan penuh, terhitung hari ini. Denda 2.5 juta dan silahkan bawa walimu ke sekolah hari ini juga.” Bu Mayang menepikan berkasnya, ia bersiap dengan berkas selanjutnya.
Tiga sekawan tersebut tertegun. Baji sempat tak percaya jika ia harus membawa Ibu kembali, untuk kedua kalinya ke sekolah akibat ulah yang ia buat.
“Chifuyu Matsuno. Kapten klub futsal, bergabung sejak tahun pertama. Terhitung mengikuti turnamen sebanyak 36 kali dengan kemenangan 27 kali. Anggota junior Semen Padang Football Club. Hebat sekali, kamu sukses menaikkan nama sekolah.” Bu Mayang meneguk air mineral sebelum kembali memutar layar laptopnya ke arah tiga sekawan.
Guru itu menggeleng pelan, “Sikapmu merusak citra baik yang telah kamu bangun sendiri. Tidak supportif, memancing tim untuk bertengkar bersama tim lawan dan melukai kapten tim lawan. Sangat mencoreng nama sekolah. Chifuyu! Kamu diskors satu bulan penuh, termasuk hari ini dengan denda 5 juta. Silahkan bawa wali kamu hari ini juga ke sekolah.”
Baji terperanjat saat mengetahui angka denda yang didapatkan Chifuyu, dua kali lipat. Kazutora mengatur nafasnya, bersiap akan pelanggaran dan sanksi yang akan ia terima. Kaki pria itu bergetar, Baji dan Chifuyu menyadari raut wajah pria itu makin pucat.
“Kazutora Hanemiya. Buk Uti kecewa banget sama kamu nih, Pak Ujang apalagi. Ketua angkatan 38, ketua jurusan IPS angkatan 38, ketua MPK periode 2017/2018 yang satu semester kemarin kembali menjabat untuk periapan Malam Sarumpun, salah satu kandidat IPS yang benar-benar mengangkat nama IPS SMANDER melebihi IPA yang biasanya sangat mengungguli sekolah dan pemuncak akademik di angkatannya, melebihi Senju Akashi dari jurusan IPA.”
Nafas Kazutora berat, ia berusaha untuk mengaturnya tapi, nihil. Pria itu sangat ketakutan.
“Kamu mengundang supporter lainnya untuk turun ke lapangan. Karena kamu yang pertama kali masuk ke dalam lapangan dan ikut mengeroyoki wasit bersama Baji. Selanjutnya, saya serahkan pada Pak Ujang.” Ujar Bu Mayang mempersilahkan Pak Ujang sebagai pembina MO.
Lelaki paruh baya itu sedikit mengatur nafas, ia tau Kazutora saat ini memohon untuk tidak memberinya sanksi diluar akal fikiran. Tapi, rapat komite biru telah selesai. Semua keputusan telah bulat di sana dan tidak bisa diganggu-gugat. “Lepas ban lenganmu, Kazutora.”
Manik Kazutora membulat pun dua temannya tidak menyangka sanksi seperti ini akan diterima teman sejawatnya. Pria bernetra emas itu diam terpaku, tidak pernah terbayang olehnya ban lengan kebanggan yang ia pasang akan lepas tidak terhormat di saat seperti ini.
Chifuyu menyikut perutnya, membuat kesadaran Kazu kembali normal. Ia cepat-cepat maju dan dengan berat hati melepas ban lengan merah maroon itu ㅡ ban lengan yang menandakan dia mengetuai organisasi tertinggi di sekolah.
“Manjiro Sano sebagai wakil angkatan akan mengambil semua tugasmu. Mulai sekarang, Kazutora Hanemiya. Kamu bukan lagi bagian dari organisasi sekolah maupun siswa petinggi sekolah.” Pak Ujang menyelesaikan kalimatnya dengan memberi anggukan pada Bu Mayang.
Baji tak berkedip sekalipun. Chifuyu mengernyitkan dahinya, merasa hukuman untuk Kazu tidak adil.
“Kazutora Hanemiya. Kamu diskors satu bulan penuh terhitung hari ini dengan denda 2.5 juta. Silahkan bawa walimu hari ini juga ke sekolah.” Bu Mayang menyelesaikan kalimatnya dengan menutup semua dokumen yang tadi sempat terbuka lebar di atas meja.
Belum sempat guru muda itu berbicara kembali, Chifuyu terkekeh keras. Membuat dua temannya melemparkan tatapan bingung.
“Saya rasa tidak ada yang perlu di tertawakan?” Ucap Bu Mayang.
“Guru saya yang terhormat. Anda bisa melemparkan semua sanksi ke saya. Apapagi soal denda, benar bukan? Tenang! Pak Matsuno akan memenuhi kebutuhan keuangan SMANDER seperti biasanya.” Kekeh Chifuyu makin keras mendapati raut wajah Bu Mayang yang terlihat kesal.
“Saya paham, Bu, Pak! Kenapa saya mendapatkan denda paling tinggi? Saya mengerti disini. Mengundang wali? Ingin meminta lebih tinggi dari 5 juta??” Mata Chifuyu melototi guru muda yang saat ini kesusahan menahan kesabarannya.
Baji buru-buru membekap mulut Chifuyu. Tiap guru disana hanya terdiam, mencoba mengelak dengan ocehan Chifuyu, tapi benar adanya. Ayah Chifuyu merupakan donasi terbesar di sekolah.
Bukan Chifuyu namanya jika tidak keras kepala, pria itu melepas paksa dekapan tangan Baji. “Kembalikan ban lengan Kazutora dan cabut semua sanksi teman-teman saya. Saya siap menerima skors 3 bulan dan semua denda mereka.” Chifuyu memegang erat tongkat kruknya, muka pria itu memerah mendapati perlakuan sekolah yang tidak mempertahankan hak siswa.
Bu Mayang tertawa, “Kalian bertiga diskors hingga UN. Silahkan kembali ke sekolah 1.5 bulan lagi saat pembagian nomor UN.”
Chifuyu sontak berdiri, membuat kursi yang ia duduki terpental kebelakang. Kazutora kian menunduk, enggan untuk bersuara. Kali ini dua temannya melihat seorang Kazu membisu, Baji menahan keras dirinya untuk kian diam tanpa menambah masalah.
Pak Arif sebagai Guru BK mulai membuka suara, “Perilaku kalian benar-benar tidak mencerminkan siswa di sini. Chifuyu, jangan begitu menekan kami tentang pendanaan orang tua mu. SMANDER punya limit.”
Guru bekepala tiga itu berdiri dari posisinya, “Boleh saya tambah sanksi untuk seluruh jurusan IPS, absen dari kegiatan kelulusan? Mengingat 80% dari supporter yang ikut terlibat, adalah jurusan IPS.” Tanya Pak Arif pada Buk Uti yang saat ini bertopang dagu.
Kepala Sekolah mereka diam sejenak, memandangi Kazutora yang tak berkutik. Membuat Bu Uti sedikit geram. “Silahkan. Ketua mereka tidak bisa berbicara saat ini.”
Kepala Kazu sontak mendongak. Matanya berbinar saat Buk Uti masih menganggap dirinya sebagai pengetua jurusan IPS angkatan 38.
“Kita diberi 3 tambahan sanksi dari rapat Komite Biru, ya Bu dan Bapak sekalian?” Pertanyaan Pak Sapta dijawab anggukan oleh guru lainnya. “Izinkan saya memberi sanksi terakhir. Mereka bertiga berteman, sangat akrab saya lihat. Hanemiya jabatannya dicabut, otomatis kamu tidak memiliki pendamping ijazah. Baji dan Matsuno, terimakasih atas kontribusi kalian selama ini di sekolah. Sertifikat Baji Keisuke, tidak akan di terbitkan. Chifuyu Matsuno tidak pernah menjadi Kapten sepakbola maupun futsal di SMANDER.” Tambahnya menulis sanksi tersebut di sebuah dokumen dan menyerahkannya pada Bu Mayang.
Segera Kazutora mengambil posisi di tengah teman-temannya, membuat mereka untuk tetap tenang.
Cukup lama bagi Kazu membuat dua temannya kembali bernafas normal, ia mencoba untuk membuka suara. “Kalau boleh tau, alasan Bapak dan Ibu Guru sekalian menghujami kami dengan banyak hukuman, apa?”
Buk Uti segera merespon, ia benar-benar menunggu murid favoritnya ini untuk bersuara. “SMANTI sejak periode Bu Mayang siswa disini sekitar 9 tahun yang lalu, sudah seperti itu. Tergantung bagaimana kita menyikapi dari alibi mereka. Akhir bulan ini sidang pleno bersama BAN-PT untuk akreditasi sekolah akan berlangsung. Kalian bertiga harus menerima sanksi rapat biru komite. SMANTI berambisi menjatuhkan akreditasi kita.”
Fikiran Kazutora buntu. Pantas pihak sekolah buru-buru mengadakan rapat komite biru
untuk tetap mempertahankan citra sekolah yang sudah goyah akibat kejadian narkoba tahun lalu. Kazu kian berfikir, mencoba mencari solusi kelonggaran untuk sanksi mereka.
“Saya kasih kamu satu kelonggaran, Kazutora. Silahkan.” Buk Uti berdiri, wanita paruh baya itu melipat kedua tangannya ㅡ menatap manik Kazu yang kian terpancar beberapa harapan di sana.
“Mau ban lengan ini dikembalikan?” Tawar kepala sekolah. Mata Kazu berkedip dua kali. Fikirannya kalut, jika memang Buk Uti memberi kelonggaran. Pilihan apa yang seharusnya pantas ia berikan?
Tatapannya beralih pada Baji dan Chifuyu. Dua temannya seakan memberi peringatan untuk Kazu agar menerima tawaran Buk Uti ㅡ ban lengan kebanggaannya.
“Biarkan Malam Sarumpun tetap jalan sesuai perencanaan, Buk Uti.” Permintaan Kazutora sukses membuat siapa saja di ruangan itu menutup mulutnya, beberapa dari mereka menggelengkan kepala.
Buk Uti tertawa, ia mengibaskan ban lengan Kazutora di udara. “Hahaha.. murid favorit saya memang beda.”
Baji dan Chifuyu menggeleng mendapati keinginan Kazutora yang menurut mereka tak masuk akal, pria itu bisa sajakan mengambil ban lengan kebanggaannya? Chifuyu maupun Baji paham betul tentang bagaimana Kazutora dengan dunia organisasinya, pria itu selalu bercerita dengan lantang akan hal itu ㅡ bahwa Kazutora dengan MPK adalah satu paket yang tidak bisa dipisah.
“Akan saya pertimbangkan kalau begitu. Karena permintaan kamu, salah satu poin hasil rapat komite biru. Silahkan Bu Mayang.” Bu Uti kembali duduk, meminta Bu Mayang untuk menutup pertemuan mereka saat ini.
“Baiklah hasil rapat internal Tim Disiplin hari ini. Baji, Kazutora dan Chifuyu. Mendapatkan sanksi diskors 1.5 bulan, boleh kembali masuk sekolah saat pembagian nomor UN. Pencabutan seluruh jabatan Kazutora, pencabutan gelar kapten pada Chifuyu dan tidak menerbitkan sertifikat kejuaraan Baji. Seluruh siswa 12 IPS dilarang mengikuti kegiatan kelulusan, pembagian ijazah dibagikan pada wali masing-masing. Denda 2.5 juta untuk Baji dan Kazutora serta denda sebesar 5 juta untuk Chifuyu. Ditunggu kedatangan wali kalian sebelum jam istirahat kedua. Tertanda, Tim Disiplin. Silahkan di tanda tangan berkas ini.”
Bu Mayang menyelesaikan penutupannya dengan menawarkan tiga sekawan tiga lembar kertas yang telah di-print dan ditanda tangani lima guru yang berada di ruangan itu.
“Mengenai kelonggaran dari Buk Uti, akan segera diumumkan pada mading umum. Silahkan kemas barang kalian, sampai ketemu 1.5 bulan lagi.”
Kalimat akhir Bu Mayang direspon tiga sekawan dengan pamitan, mereka berjalan keluar ruangan bersama selembar kertas hasil keputusan tim disiplin ㅡ dengan perasaan tidak bisa ditafsirkan sama sekali.
Kazutora langsung jongkok setelah menjauh beberapa langkah dari ruangan wakasek. Pria itu membenamkan kepalanya, meremas kertas keputusan sanksi untuknya. Baji diam, ia belum berkutik sedikit pun sejak masuk ruangan. Chifuyu sangat merasa bersalah.
“Gue minta maaf, Jut, Baji! Gue minta maaf banget.” Ujarnya kesusahan memegang tongkat kruk yang menempel diketiak.
“Maaf-maaf apaan. Lu ngapain pantek!” Elak Kazu berjalan menjauhi dua temannya.
“Kemana njing?” Sorak Baji.
Kazutora memamerkan kunci ruangan MO, ia berjalan menunduk dan mulai menjauh dari pandangan Baji. Chifuyu kian dibaluti rasa bersalah.
Baji menepuk keras pundak Chifuyu, “Gak ada salah siapa-siapa. Mending kemas barang-barang, dah.” Ujar Baji sebelum atensi pria itu menemukan Yuzuha, Senju dan Emma memandang lurus kearahnya ㅡ berjarak beberapa meter tepat di depan kelas 12 IPA 4.
Tiga gadis itu benar-benar dibaluti rasa cemas, terlihat jelas diwajah mereka. Yuzuha mulai mengambil langkah perlahan untuk mendekat, diikuti dengan dua yang lainnya.
Yuzuha kikuk, merasa momen kali ini tidak seharusnya mereka ikut campur dan lebih baik membiarkan mereka tenang terlebih dahulu. Atensi gadis itu kian mengitari sekitarnya, ia tak mendapati lelaki yang tengah ia cari. “Kajut, masih di dalam?” Tanyanya.
Baji mengulurkan telunjuknya keruangan MO, manik Yuzuha mendapati pria yang ia cari tengah masuk ke dalam ruangan. “Kalian baik-baik aja?” Yuzuha tidak yakin saat mendapati wajah Chifuyu tertunduk dalam dan tatapan Baji yang begitu datar.
Tidak ada jawaban, Yuzuha memutuskan untuk menyusuli Kazutora ㅡ meninggalkan dua pasang sejoli yang kian enggan memulai pembicaraan.
“Ba-” Ucapan Emma ditahan Senju.
“Antar gue ke kelas, Ji.” Ujar Chifuyu, ia ingin menenangkan isi kepala saat ini.
Baji segera manariknya dan melewati dua gadis yang saat ini membutuhkan penjelasan akan keadaan mereka. Wajah Senju terlukis kecemasan yang besar di sana. Lelakinya, ah salah. Chifuyu, saat ini sedang merutuki diri sendiri. Ia paham akan hal itu.
“Biarin dulu aja, Em. Mereka sedang tidak baik sekarang.”
Emma yang mendengar ucapan Senju segera mengangguk paksa, batinnya sakit saat mendapati tatapan kosong Baji. Bukan karena perkara Emma disini, tapi karena keputusan Tim Disiplin yang baru saja ia terima ー yang Emma sendiri tidak tau seperti apa.
Benar kata Senju. Mereka dalam kondisi yang buruk sekarang. Jadi, untuk sekarang. Beri mereka waktu.