written by inupiei ...
Inupi dan Senju memasuki rumah kediaman Sano. Shinichiro menyambut mereka masuk, kalau dilihat dari jam yang bertengger di dinding, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk bertamu. Tapi, Akaneㅡkakak Inupiㅡ ngidam martabak telor yang cukup jauh jaraknya dari rumah, hingga Shin meminta Inupi untuk membeli karena lokasi martabak tak jauh dari tempat kerja pria dengan bekas luka di wajah itu.
“Eh ada Senju.” Ujar Akane menyambut dua sejoli tersebut.
“Gimana kak kandungannya?” Senju menghampiri Akane dengan wajah riang.
“Sehat, tadi tendangannya makin kencang saat tau pamannya bawa calon tante kesini.” Shin menggeleng mendengar ucapan ngaur Akane, Inupi hanya berdehem berusaha untuk tidak canggung.
“Ya iyalah tante, masa nenek?” Mikey dari arah belakang muncul dengan wajah penuh plaster.
“Yang hobi tengkar, diam.” Inupi menepis Mikey yang hendak berjalan ke arah Senju.
Mikey bisa melihat dengan jelas bahwa Senju memaksa senyum selama perbincangan mereka yang berlangsung benerapa menit di ruang tamu. Jam 2 dini pagi, makan martabak telur bersama, sungguh bukan jam yang tepat untuk bercengkerama lebih lanjut.
Inupi dan Senju bersiap untuk segera pamit, hingga Mikey membisikkan beberapa kalimat pada Senju.
“Dia bilang tadi, jika Senju benar-benar ingin menghapus gue di hidupnya, gue terima tapi deep down gue mengikhlaskan semuanya karena apapun keputusan Senju itu hal yang pantas gue terima.” Senju diam menanggapi bisikan Mikey sebelum masuk ke mobil Inupi.
“Dia berangkat hari ini, mungkin pagi ini?” Mikey seolah-olah memberi perintah kepada Senju untuk menemui pria itu.
Senju menghela nafas perlahan sebelum Inupi melajukan mobil miliknya di tengah heningnya kegelapan.
“Sun..” Senju menatap lurus jalan di depannya.
“Ga singgah ke RS?” Inupi mengalihkan tatapannya ke arah Senju yang barusaja melontarkan pertanyaan.
“Iya, setalah ngantar lu pulang.”
“Ke RS dulu aja.”
“Palingan gue bakal lama, Nju. Gapapa?” Inupi menepi, mengambil jalan menuju Rumah Sakit.
“Gapapa.” Senju mengangguk, gadis itu punya seribu kalimat yang tengah ia susun dan berusaha menetralkan sakit kepala yang kian berdenyut. _