Rumah Shiba

written by inupiei


Pekarangan Rumah Yuzuha tampak diisi oleh beberapa motor, jika dihitung ada empat motor yang sedang parkir dengan teratur. Pintu rumahnya terbuka lebar, melihatkan beberapa murid sekolah dengan pakaian seragam tengah berfokus pada layar laptop masing-masing.

“WiFi lu nge-lag, Ju?” Ledek Hinata.

Yuzuha memutar bola matanya, “Ngucap, lu kira lagi di rumah Mitsuya?”

“Hah?” Balas lelaki bersurai lilac silver yang berselonjor di atas sofa. Dirinya sedang fokus memeriksa biodata diri yang tampil di layar laptop, tiba-tiba buyar saat namanya disebut Yuzuha.

Seorang lelaki bermanik biru terkekeh, “Jadi ingat kelas 10 kerkom di rumah Uya, WiFi-nya lelet parah.” Lelaki yang tengah berceloteh itu kekasih Hinata, Takemichi.

Yuzuha kembali tertawa, “Udah-udah. Ga boleh gitu, ada WiFi aja di rumah Uya udah syukur.”

Mitsuya mengangguk datar menanggapi ucapan Yuzuha. Hinata terkekeh pelan mengingat dua tahun lalu, mereka berempat satu kelas.

Baji, Emma dan Kazutora ikut membuyarkan fokusnya. Sesekali ikut terkekeh dengan lelucon yang mereka tidak mengerti.

“Ji! Lu ngapain aja sih? Ini udah di slide 5, lu masih di slide 2?” Pekik Emma saat menggeser netranya pada layar laptop Baji.

Sontak Baji terkejut, “Ya kan gue telat datang, maaf.” Pria itu ikut melirik lauar Kazu dan Emma. Ia mendengus.

“Selow aja, Ji. Masing ada waktu seminggu.” Ujar Mitsuya menanggapi pekikan Emma.

Baji tersenyum canggung. Ia tidak tahu jika Yuzuha ikut mengundang orang lain selain mereka. Sedikit canggung karena ini pertama kali berbaur dengan teman-teman Yuzuha. Tidak hanya Baji, Kazu dan Emma merasakan hal yang sama. Saat Hinata melempar lelucon, mereka tidak memahaminya pun sebaliknya.

“Tadaaa~”

Sorak Hakkai datang dengan martabak, mie narako dan kerupuk pangsit nyonyor.

“Kita pesta! Gue buatin lemontea dulu.”

Si bungsu Shiba itu tampak bersemangat dengan suasana rumahnya yang begitu ramai.

Maklum, jarang mendapati keadaan rumah yang ribut dan ramai. Karena, orang tua mereka di Australia dan Kakak tertua kuliah di Semarang. Menjadikan rumah besar ini hanya diisi oleh dirinya, Yuzuha dan dua orang ART.

Yuzuha menarik kresek yang berisikan pangsit nyonyor kesukaannya. Gadis itu juga mengambil potongan martabak dan meletakkannya di piring ㅡ memberikannya pada lelaki yang masih terpasang gips di tangan kanannya. Lelaki itu melempar senyum sebelum kembali fokus pada aktivitasnya.

Emma kesusahan menjangkau bungkusan mie narako, dengan sigap Baji mengambilkan untuknya. Tapi salah, pria itu mengambil untuk dirinya sendiri. Gadis itu mendengus, ia kembali berusaha mengambil satu kotak mie narako. Tapi, tangan Baji terjulur dengan sumpit berisi mie untuk menyuapinya. Ia terdiam memandangi pria itu.

“Gue bisa sendiri?” Tolak Emma.

Baji mengangguk, “Oke!” Ia melahap habis dengan sekali makan.

Emma menggeleng, tapi Baji kembali menyodorkannya sumpit kosong miliknya. “Level tiga, selebihnya level lima.” Tunjuk Baji pada bill makanan yang tergantung di depan kresek.

“Ngapain lo makan level gue!”

“Your name is not listed there, Em.” Baji menyeringai.

“Tapi kan lo bisa makan level 5.” Gadis itu menarik bungkusan mie yang sudah dimakan Baji.

“Suka-suka gue dong.” Baji menguap sembari menggoda Emma untuk mengambil porsi mie nya.

“Buset! UNBRAW? Serius pada ngambil univ ini semua ya?” Teriak Mitsuya saat berhasil menerobos ke depan layar laptop Kazutora.

Kazu segera memukul kepala Mitsuya yang tengah berada di depannya.

“Anjir! Pake gips? Sakit bego!!” Kesal Mitsuya mendapati Kazu memukulinya dengan tangan yang masih berbalut gips.

“Ngapain lo liat-liat?” Ujar Kazutora.

Mitsuya masih meringis akibat pukulan yang ia terima. “Ya pilih yang lain kek anjir. Lu sama Yuzuha kan top class nih, dapat rekomen juga. Sayangi saingan di bawahmu wahai kawanku..”

Mitsuya tersenyum canggung mengakhiri kalimatnya, ia tidak bermaksud menyuduti pilihan tiap orang. Pria bermanik ungu itu segera berdiri menuju dapur, menghampiri Hakkai yang tengah sibuk dengan minumannya.

Hinata menutup mulutnya, menahan tawa saat manik gadis itu menatap Yuzuha. “Malang, Ju? Kajut juga?” Ledek Hina yang kian berusaha menahan tawanya.

Yuzuha melempar penghampus pada gadis itu. Tampak usahanya sia-sia saat tawa Hinata pecah mendapatkan gips di tangan Kazutora mengendor.

“Tangan lu udah sembuh, Kajut?” Sorak Emma.

Yang ditanya terdiam membelalak memperhatikan tangan kanannya. Wajah pria itu memerah. Yuzuha memicingkan netranya, seakan meminta kejelasan pada pria itu.

Anjing! Gue ketahuan.