Rumah Sano
written by inupiei
warning: kissing
“Ze, ke rumah gue dulu, ya?” Ujar Baji saat motornya keluar dari Grand Basko Mall.
Reze mengangguk dan mengencangkan ikatan helmnya.
Chifuyu dan Kazutora memberi Baji klakson, pertanda mereka menyusuri jalan yang berbeda. Chifuyu menjemput sang kekasih dan segera menghadiri acara makan malam di Rumah Senju dan Kazutora yang melaju kencang dengan motornya yang baru saja selesai diperbaiki ㅡ butuh waktu satu minggu baginya untuk bisa mengendarai motor kuning kesayangan setelah insiden tabrakan dengan truk molen.
Kediaman Sano tampak tenang saat Baji memberhentikan motornya tepat di depan gerbang berlapis kayu mahoni setinggi 3.5 meter. Ia membuka helm dan membiarkan surainya diacak oleh angin senja yang kian menyapu daerah pondok. Baji melempar kunci motor ke arah Reze yang kini bersandar di depan gerbang.
“Bentar, ya?” Ucap Baji segera melangkah memasuki kediaman Sano.
Langkah pria itu cukup normal saat membuka gerbang dan menemukannya tidak dikunci, tandanya ada orangkan? Tidak mungkin Mama dan Papa Sano ada di rumah, mengingat hari ini mendekati akhir pekan sudah pasti mereka bepergian ke Painan ㅡ tempat Nenek dan Kakek Mikey.
Sesaat sebelum Baji berbalik arah menuju ke kediaman Sano ㅡ setelah menutup kembali pintu gerbang, ia mendengar jelas suara kecupan yang kian menyaut. Netra pria itu membulat, dirinya tidak ingin mengganggu siapa yang tengah berciuman mesra di belakangnya.
Mikey? Dengan siapa? Baji tau teman pirangnya itu menyukai Senju. Jadi, mustahil.
Atau, Emma? Dengan siapa?
Degup jantung Baji kian berpacu saat fikiran di kepalanya kian bercabang. Badannya kaku, tapi mau tak mau ia harus segera mencari tahu siapa yang berani berciuman mesra di depan rumah? Dan ia harus segera mengambil aki di dalam rumah.
Ia berusaha untuk tidak melihat aktivitas itu sesaat setelah berbalik arah, tapi Baji mematung mendapat pemandangan di depannya. Setelah mengetahui siapa dua sejoli itu, ia menyesal. Lebih baik ia tidak meng-iyakan pintah Shinichiro.
Netra kecoklatan itu menangkap Emma masih duduk manis di jok penumpang, tangan mugil gadis itu memegang sisi seragam sang pria yang Baji tau betul; Draken. Dengan satu kaki terangkat ke atas jok, Emma membalas lumatan demi lumatan yang kian dalam. Hingga mereka tidak menyadari suara pintu gerbang dan seseorang tengah menonton.
Baji terpaku melihat bagaimana Draken memegang tengkuk Emma dengan badan bongsornya yang menunduk dan rambut pirang Emma sesekali ia sematkan di belakang telinga gadis itu. Pria bersurai pekat itu membuang muka, tersenyum masam dan melangkah melintasi dua sejoli yang kian tidak sadar akan keberadaannya.
Sontak Emma terkejut mendapati Baji menyelonong masuk ke dalam rumah. Netra gadis itu kian membulat saat Baji kembali melintasinya, tanpa respon dan sapaan seperti biasa ㅡ pria itu melangkah mendekati pintu gerbang seolah-olah tidak menyadari keberadaan Emma dan Draken.
Emma mendapati Reze bersandari di pintu gerbang, entah sejak kapan gadis itu masuk. Yang Emma dapati Reze tengah menutup mulut dan tertawa kecil kearahnya, segera gadis bersurai pekat itu mengambil aki yang ada di genggaman Baji dan menukarnya dengan kunci motor.
Pintu gerbang tertutup dengan Reze melempar lambaian ke arahnya, Emma tak kian berkutik sesaat setelah turun dari motor. Gadis itu menatap pria jangkung yang saat ini bertumpu siku pada motornya.
“Tau ya, Baji datang?” Ujar gadis itu dengan wajah yang masih shock.
Draken tersenyum, “You are like a pro, i love it.”
Emma mendengus, gadis itu terlihat sendu. “Kenapa?”
“Biar dia tau, kamu punya aku. Didn't you say yes, yesterday?” Ujar Draken meraba pipi halus Emma.
Pria itu mengusap pelan butiran bening yang sempat turun di pipi Emma. “Apa yang terjadi pagi ini saat kamu milih berangkat dengan dia? Ga jadi jelasin ke dia kalau kita udah pacaran?”
Emma mengusap wajahnya, ia tidak sanggup menjawab pertanyaan Draken.
“Melihat respon Baji tadi, kayanya dia sudah tau, ya?” Ujar Draken membawa gadis pirang itu ke pelukannya, mengusap pelan surai pirang Emma yang masih diikat pendek.
“Kamu bakal lupain dia, ada aku sekarang yang jadi pacar kamu. Jangan sedih lagi. I can treat you better than he can.”
Emma mengalungkan kedua tangannya pada pinggang Draken. Entahlah, bagi Emma Sano, Draken lebih dari sekedar penenang baginya. Pria ini benar-benar tipe yang ia harapkan dimiliki oleh pria bersurai pekat itu.