Malam itu

written by inupiei


Angin malam menyapu kencang di sekitar bibir pantai. Jam menunjukkan pukul delapan malam, suasana di sekitar pantai Padang yang berlokasi tidak jauh dari Jembatan Siti Nurbaya ini ㅡ hanya berjarak 1.5 km dari kediaman Senju ㅡ cukup ramai akan pengunjung serta penjual makanan khas pantai; kerang, kerupuk mie, kepala muda dan aneka jus.

Mereka bertiga cukup berjalan sambil berbincang ria, tapi tidak dengan dua sejoli berambut pekat dan pirang itu. Mereka berdua sibuk dengan gawai masing-masing saat satu persatu dari mereka berjalan berpasang-pasangan. Hanya celotehan Senju, Chifuyu dan Emma yang kadang ikutan merespon. Kazutora dan Yuzuha jauh tertinggal di belakang, mereka sibuk mengambil gambar dan membeli kembang api.

“7 Januari biasanya di pantai masih suka nyalain kembang api, kan?” Tanya Emma dan di respon anggukan oleh Senju. Chifuyu menyenggol bahu Baji yang terlihat begitu fokus pada gawai, berkata bahwa pria itu harus fokus pada jalan.

Senju menarik Emma berjalan dengannya dan Chifuyu. “Nanti kita di tempat biasa. Lo masih ingat?”

Celoteh Senju seolah-olah membuat Emma melintas kembali ke masa lalu. Dimana dirinya, Baji, Mikey, Haruchiyo, Senju dan Izana sering menghambiskan senja maupun akhir pekan di pantai itu. Walaupun Baji ikut saat mereka di bangku SMP ㅡ karena baru pindah, tapi bagi Emma, bersama Baji adalah bagian dari teman masa kecilnya.

“Yang ada ayunan? Yakin masih ada?” Tanya Emma memandang Baji sendirian berjalan di belakang.

Senju mengangguk, “Kak Haru sering mampir.”


Yuzuha dan Kazutora mulai bermain kembang api, tertawa kesana kemari saling kejar-kejaran. Sesekali Kazutora tersandung oleh pasir di bibir pantai dan Yuzuha tertawa terbahak-bahak saat kembang api milik pria bersurai dwiwarna itu terjatuh hingga hanyut terbawa arus pantai. Tidak ingin kalah, Kazutora berdiri dan mengejar gadis yang tengah berusaha kuat menghindar darinya.

Nihil, langkah pria itu lebih besar. Ia berhasil menggapai pinggang ramping Yuzuha dan dengan kesempatan itu, Kazutora menghujani sang gadis dengan gelitikan di sekitar perut. Alhasil mereka terjatuh, Yuzuha pasrah saat tubuhnya menyentuh tanah. Seragam sekolah, hari Senin dan sudah kotor. Hal itu sungguh tidak biasa.

Kazutora kian tertawa karena berhasil menumbangkan gadisnya. Beberapa detik kemudian air pantai sukses menguyur kaki hingga paha mereka.

“Mereka ga pacaran aja?” Ujar Senju menonton kemesraan di depannya. Gadis bersurai sebahu ini duduk di sekitar bibir pantai yang dilapisi batu-batu besar, prianya juga ikut mendampingi dirinya di sana.

Chifuyu tersontak, pasalnya ia ikut tertawa memperhatikan dua sejoli yang kesenangan itu. “Kenapa?”

Senju terkekeh dan menggeleng, “Tingkah mereka udah melebihi kita yang pacaran.”

Chifuyu menyerngit. Pria itu menatap wajah gadisnya yang ikut tersenyum melihat tingkah Torazuha.

Dibawah sinar rembulan yang samar-samar, sudut bibir Chifuyu terangkat. Ia melihat dengan jelas lentikan bulu mata kekasihnya yang indah, mata hijau yang sukses membuatnya kehilangan kewarasan beberapa minggu yang lalu akibat absennya gadis ini di dalam hidupnya, surai perak yang jatuh terurai di hembus angin pantai dengan bebas, hidung kecil dan bibir mungil yang tengah melengkung sedari tadi membuat Chifuyu berkali-kali kehilangan akal sehat.

Gadisnya memang sempurna. Begitulah suara hati Chifuyu menatap lekat sang kekasih dalam diam.

“But, they don't do this.” Ujar Chifuyu menagkap pipi mochi milik Senju kedalam genggaman kedua tangannya.

“Do what?” Bingung Senju. Gadis itu berusaha menetralkan suaranya saat pipinya ditekan sedikit kuat hingga membuat bibir mungilnya muncung ke depan.

Chifuyu tertawa melihat ekspresi gadis di depannya. Dengan kilat ia mengecup bibir tipis milik Senju. Memberikan sensasi panas yang meningkat di dalam tubuh sang gadis. Wajahnya memerah, matanya membulat. Ia mendorong Chifuyu dengan lembut dan menundukkan kepalanya di depan dada bidang lelaki yang saat ini tidak tahan ingin membawa sang gadis ke pelukannya.

“Sorry..” Ujar Chifuyu dengan menahan tawa. Senju memukul kecil dada bidang lelaki itu.

Senju mengangkat wajahnya yang masih semerah kepiting, Chifuyu tidak tahan untuk tidak menciumnya lagi. Tapi diluar dugaan, Senju sudah menarik kerah baju Chifuyu dan mendekatkan ke arahnya. Gadis itu menempelkan bibirnya pada milik Chifuyu, memejamkan mata dan tenggelam dalam lumatan kecil yang kian menyaut satu sama lain.

Emma terkekeh. Ia berada tidak jauh dari Chifuyu dan Senju pun tidak jauh dari Yuzuha dan Kazutora. Gadis bersurai pirang itu menghembuskan nafas kasar, merasa ia harus beranjak dari situasi ini. Tapi, batinnya enggan. Dirinya kembali melihat pria bersurai pekat yang duduk di pasir ㅡ berjarak beberapa meter darinya. Baji sedang memperhatikannya, tapi manik kecoklatan itu membuang pandangannya saat sang gadis menyadari itu.

Emma lelah dengan kesunyian yang tidak ada ujungnya. Ia ingin hubungannya dengan Baji kembali seperti dulu. Ia tidak ingin jauh dari laki-laki ini. Gadis itu berjalan menghampiri sang pria yang menatap lurus ke langit malam. Ia mengambil posisi duduk di sebelah Baji.

“Besok pergi sekolah sama gue, ya?”

Lontaran kalimat Emma tidak ditangkap oleh lelaki yang kian diselimuti deruan ombak.

“Ngapain?” Balas Baji. Sepertinya laki-laki itu menyadari keberadaan sang gadis di sebelahnya.

Emma menghela nafas, “Kan biasanya gitu? Lu datang tiap jam setengah tujuh. Lu nungguin gue selesai pake sepatu, trus lo nyodorin sweater milik lo padahal gue lagi sibuk sama helm. Sweater lo sering gue pake sampai jam pelajaran selesai trus ga gue balikin dan lu juga ga minta dan besoknya lo bawa sweater yang baru lagi. Trus kita sarapan di lontong mama, atau ga lo bawa bekal sarapan yang udah di siapin Ibu trus kita sarapan disini.”

Emma tau bahwa ia harus menyelesaikan sedikit lagi kalimatnya, tapi Baji memilih untuk berdiri dari posisinya ㅡ enggan mendengar lebih lanjut celoteh gadis bersurai perak itu.

“Bisa ga kita kaya dulu lagi? Gue ga tau kenapa lo memilih menjauh dan kenapa lo-”

Emma menarik nafas lebih dalam sebelum kembali dengan kalimatnya.

“Kenapa lo bisa-bisanya baik-baik saja tanpa gue?” Gadis itu berdiri menatap punggung Baji. Suara Emma sedikit serak, tapi tidak begitu jelas terdengar karena tertutupi oleh deruan ombak.

“Gue harus apa Emma? Lo pacar Draken !” Tegas Baji yang masih enggan membalikkan badannya.

“Gue gak pacaran! Draken bukan pacar gue! Gimana caranya biar buat lo mengerti, Ji?” Suara Emma mulai tercekik, gadis itu beruntung Baji saat ini membelakanginya. Jika tidak, ia sudah menangis sedari tadi.

Hanya terdengar deruan ombak memenuhi area sekitar mereka. Torazuha mulai duduk berdiam diri berceloteh ria seakan hanya mereka berdua disini, Chifuyu dan Senju masih larut dengan ciuman mereka ㅡ sesekali dua sejoli itu tertawa dan memagut bibir mereka kembali.

Baji menghela nafas kasar, pria itu berusaha menahan untuk tidak luluh dengan gadis ini. “Bukan? Trus kenapa seolah-olah lu baik-baik saja ngegantiin posisi gue dengan dia? Lu baik-baik aja kan selama dengannya? Jadi lo mau apa?” Pria bersurai pekat itu berjalan kearah Emma. Menatap lekat manik emas yang saat ini disinari cahaya rembulan.

Deruan nafas Emma semakin meningkat saat Baji mulai berada di depannya. Gadis itu mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. “Gue ga bisa jauh dari lo. Posisi lo di hidup gue, ga akan pernah bisa diganti oleh siapapun. Lo berarti bagi gue, jadi jangan giniin gue.”

“Gue ngapain?” Baji terkekeh.

“Lo menjauh, disaat malam itu lo nolak gue dan lo mengatakan bahagia untuk gue dan Draken. Lo anjing! Babi!” Emma memukul dada pria yang berjarak satu meter di depannya.

Baji tidak berkutik, entahlah. Pria ini seperti kalut dengan pikirannya mengenai kapan dirinya menolak Emma? Lagi, dia tenggelam dalam keegoisannya.

“Let me be your girl, liat Juha sama Senju. Mereka baik-baik aja, gue juga mau.”

Baji membiarkan surai pekatnya dihembus angin. Ia masih tenggelam dengan fikirannya ーbahwa seorang Emma Sano, apa peran gadis itu di hidupnya? Masih mencari-cari tujuan sang hati untuk berlabuh. Dia, sama sekali tidak mengerti akan perasaannya sendiri. Baginya, hari-hari bersama Emma dan tanpa gadis itu, memanglah sangat berbeda.

Tapi, apakah benar ia juga mencintai Emma?

Bagaimana jika dia salah? Dan akhirnya membuat hubungan mereka berdua lebih memburuk, Baji tidak suka itu.

Tapi, membiarkan gadis ini berlabuh di lain hati. Baji tidak menyukainya.

Benar, Emma Sano adalah bagian dari hidupnya.

“Gue ga tau.”

Emma sontak kaget dengan balasan Baji. Gadis itu tersenyum pahit, dia mengangguk dengan paksa dan melangkah pergi.

“Lagi, gue ditolak.”

Baji menyerngit. Dia tidak menolak gadis itu.

“Hope going well with Reze. Ada telfon di HP lu.”

Ucapan Emma sukses membuat Baji beralih pada ponselnya yang dalam mode senyap. Pria itu mengantongi gawainya, tidak berniat mengangkat panggilan dari kontak yang tertulis 'Reze'.

“Reze? Lo bawa orang lain lagi sekarang?”

“Enak banget habis dari basket ngerangkulnya. Bagus.” Emma memberikan kempol kanannya pada Baji.

“Lu kenapa sih?” Baji mengiringi langkah Emma.

Emma tertawa, “Gue? Gue cuma sadar diri udah ngabisin waktu dengan orang yang salah dan dia dengan enteng ngerangkul cewek lain.”

Baji menahan langkah Emma ㅡ menahan pergelangan tangan gadis itu. “Dia teman kelas gue, jangan aneh-aneh.” Pria itu terkekeh.

“Lu ga pernah suka skinship dengan cewe lain selain gue. Gue tau lu dengan baik.” Emma berusaha melepaskan genggaman Baji.

Ucapan Emma membuat tawa Baji pecah, “You think you're special?”

Emma membatu, matanya kian pedih akibat hembusan angin yang mulai meningkat dari sebelumnya.

Tanpa aba-aba, Baji segera menarik tengkuk Emma. Melumat bibir gadis itu dengan liar, membuat sang empu terkejut dan kehabisan nafas. Cengkeraman Baji cukup kuat hingga memberontak pun akan sia-sia. Tangan pria itu tidak tinggal diam, ia mulai mengusap pinggang Emma dan turun kebawahnya.

Satu tamparan yang cukup kuat mengenai pipinya.

Baji tersadar, seperti dilempar dari jurang dengan ketinggian ribuan kilometer. Ia terdiam memandangi gadis di depannya. Manik kecoklatan itu kian lekat menatap keadaan Emma. Nafas yang memburu, wajah yang memerah bercampur emosi, satu kancing baju Emma hilang dan bibir bawahnya yang membengkak, memberikan warna keunguan disana.

Sungguh, Baji tidak tau jika semua ini ulahnya.

Apakah dia segitunya terbalit emosi? Atau nafsu?

Entahlah, dua pasang sejoli dari kejauhan tidak mengetahui jawaban itu. Mereka melihat kejadian menegangkan antar Emma dan Baji, hingga satu persatu dari mereka mempersempit jarak.

Emma melangkah pergi. Sebelum itu, ia sempat berkata. “Mungkin iya gue jahat sempat berpaling ke Draken. Tapi, lo lebih jahat. Gue menyesal dengan semua kata-kata yang gue lontarkan tadi. Maybe, we shouldn't be like we used to be, right Baji?”

Baji diam, terpaku memandangi punggung Emma yang kian menjauh. Ia sempat melihat butiran bening menuruni sudut mata Emma ㅡ masih mencoba kembali tersadar atas perlakuannya pada gadis bersurai pirang itu.

Tonjok gue sekarang. Gumam Baji yang disambut Kazutora dengan senang hati pun Chifuyu dengan enteng melayangkan tendangannya.